Thursday, April 26, 2007

Burung bisa kena razia!

01.00 a.m.
Balik dari nge-drop seekor "temen burung" ke kandangnya yang baru, di daerah Jalan Lao Tze, gw memutuskan untuk nongkrong2 ngelamun di warung londo daerah Sarinah buat bernostalgia (enggaak.. gw bukan gay!).

Tapi tiba-tiba, gw mupeng ama bubur ayam yang dulu banget pernah gw temuin malem-malem di terminal Kampung Melayu itu. Rasanya nggak begitu enak sih. Cuma, pemandangan di sekitar tempat itu lumayan penuh dengan daya hidup, hihi.. Rencananya, sehabis dari situ gw mo ganti pake angkutan umum aja, biar lebih irit ongkos.


"Nggak jadi ke Sarinah, ganti arah ke Kampung Melayu, lewat Senen deh Mas!" kata gw kepada sopir taksi, yang ternyata adalah orang asli Batusangkar (bukan di Pulau Jawa). Tapi.. baru beberapa puluh meter dari tempat jualan "kue subuh", mobil dihentikan sarombongan pulisi!

"Selamat malem, bisa liat katepe nya?" kata pak pulisi itu ke gw, setelah meminta sopir menyalakan lampu dan membuka bagasi belakang.

Mampus! Gw kan gak bawa kartu-kartu identitas!

Katepe ada di saku tas kecil yang biasa gw bawa ke mana-mana, dan sekarang tas itu teronggok manis di meja gw nun jauh di kantor sono. Kalau ID card? Gw lupa di mana menaruh benda itu beberapa hari ini, semenjak kantor memberlakukan sistem absensi scanning jempol kiri.

"Nggak kebawa Pak. Ini saya cuma bawa kartu ATM, kartu kridit, sama kartu-kartu nama," kata gw sambil nyengir.

"Lhah, itu kan dompet ada, kenapa katepe bisa nggak ada di situ?" kata dia sambil menatap masygul ke dompet bergambar tengkorak item putih itu. (Pertanyaan yang aneh, sejak kapan ada peraturan bahwa katepe musti ditaruhnya di dompet!)

"Begini Pak, saya punya katepe, tapi sekarang lagi ada di tas yang nggak saya bawa. Kalau mau, kartu nama saya ada banyak nih," kata gw rada nyaring, sok-sok jengkel.

"Maaf, saya hanya melaksanaken tugas, dan tugas saya adalah memeriksa katepe, bukan kartu nama. Anda keluar dulu deh!"

Lalu, gw keluar, berdiri di sebelah taksi yang warna bodinya mirip2 tangki sedot tinja itu. Perbincangan rada alot, karena dia berusaha mendekatkan muka, dan gw pengen menghindar karena ngerasa rada merinding: jangan-jangan gw mo diapa-apain ama nih pulisi.

Dan bener juga, akhirnya dia grepe2 ke seluruh badan gw, kepala-pundak-lutut-kaki, terus ngeliatin henpon, dsb.

"Ini apa?" tanya dia pas nemu sesuatu di saku kanan.

"Ooh duit, Pak. Gocapan dua lembar," kata gw, berharap dia meneruskan dengan "sini, buat saya aja". Tapi ternyata dia cuek!

Gw berdiri menunggu-nunggu reaksinya, sambil terus merokok. Dia ngeliat sebungkus rokok di tangan kiri gw.

"Coba liat bungkus rokoknya!" kata dia rada membentak. Gw (lagi-lagi) berharap dia melanjutkan dengan "bagi dung, rokok saya ketinggalan di markas". Aargh, tapi ternyata dia nyari sesuatu di antara batang-batang rokok di pack itu, trus sodorin lagi ke gw..

Jadi sebetulnya maunya apa seeeeeeh??


Gw udah membayangkan dapet pengalaman seru. Misalnya, digelandang ke mobil operasi, dikurung semaleman, mondar-mandir kelabakan di dalam sel bareng orang-orang unregistered lain yang kejaring malem itu, sambil nunggu pak polisi sibuk nelponin ke nomor2 yang ada di kartu nama itu. Bagus kan buat postingan di blog, hehe...

Dia cuma ngeliatin gw dari atas ke bawah: kalung rante, baju kaus item, clana gunung item, sandal jepit item... Jangan-jangan dia memang nge-fans... tapi liat deh tatapan matanya yang dari tadi keliatan bingung dan memelas gitu.

Akhirnya.... "Yaudah, silaken jalan aja," katanya setengah berbisik.

"Okay, makasih Pak. Selamat bertugas!" gw berteriak dari dalam mobil, dengan ekspresi yang mirip-mirip "ati-ati yah.. tar kalo udah nyampe SMS ke gw deh".

Menyebalkan! Mood gw buat makan bubur ayam itu tiba-tiba ilang.

"Bang, nggak jadi di Kampung Melayu, jalan terus aja deh ke Kalibata!"


Sepanjang perjalanan, tuh driver keliatan antusias banget membahas kejadian barusan. Rupanya, ini pengalaman pertama dia kepentok razia gara-gara membawa penumpang bermasalah. Dan gw sendiri, selama di Jakarta baru kali ini berhadapan dengan petugas tengah malem gini. (Dan terjawab sudah complain bang taksi di awal perjalanan tadi: kenapa sekarang-sekarang ini penumpang malem sepi banget. Barusan dia berjam-jam nunggu di deket Stadium gak dapet sewa, dsb.)


EPILOG

Mobil berhenti persis di depan lobi kantor. Abis gw bayar ongkos argo, si Syaiful Bahri (sopir itu) berkata: "Mas kartu namanya tadi buat saya aja yah."

"Oh boleh, silakan. Nih. Kapan-kapan boleh main ke sini kok. Tapi nomer HP yang di situ udah gak nyala loh!" kata gw.

Akhirnyaa... good things come to bad people who wait... kartu nama gw laku juga.. What a happy ending!

Tuesday, April 24, 2007

Konklusi Hari Ini:

Percobaan "pembunuhan" itu gagal, karena yang bersangkutan malah menawarkan opsi "bunuh diri" secara sukarela.
Saya harus mencegahnya, biar bisa meneruskan rencana saya! hehe..


Ah, God the Almighty
Would You ever please to find me
Cause I don't have any clue
How to find You

Monday, April 16, 2007

sajak rayuan gombal

aku harus membunuhmu, bulan ini
kalau tidak.. bisa jadi aku yang akan mati
dan arwahku akan terus bergentayangan
membayangimu ke mana pun kau pergi

bersediakah?


Tuesday, April 10, 2007

Feminisme di mata Burung

Dalam rangka menyambut HARI KARTINI, saya akan mengupas isu yang tak pernah habis dibahas sepanjang peradaban kita, yaitu soal cewek... ehh, feminisme! Seperti kita tahu, feminisme umumnya didefinisikan sebagai paham yang menganjurkan kesetaraan sosial, politis, dan ekonomi antara cowok dan cewek. Feminisme juga menjadi gerakan formal yang memperjuangkan keyakinan bahwa perbedaan jenis kelamin itu nggak penting dalam dalam menentukan status sosial ataupun hak-hak sosial politis dan ekonomis seseorang.

Para pengikut gerakan feminisme kebanyakan adalah cewek. Saya jarang banget ngeliat cowok ikut-ikutan dalam gerakan feminisme. Atau sebaliknya, bikin gerakan "maskulinisme" yang memperjuangkan hak-hak kaum lelaki. Sepertinya memang nggak ada! Dan bisa jadi, kasusnya jadi mirip-mirip antara sosialisme dan kapitalisme. Kita bisa nemu banyak buku-buku tentang "sosialisme" yang ditulis kaum sosialis, tapi seorang Henry Ford --maap kalo saya salah-- belum pernah sekali pun nulis buku berjudul "Das Socialist". Begitukah?

Saya jadi tambah mumet dengan semua ketikan di atas. Menurut saya sendiri, feminisme adalah simbol pemberontakan kepada cara pandang kaum cowok terhadap cewek. Mereka semacam mau bilang: never judge a girl by her size, we have beauty, brain and breast.. upss!

Lalu apa yang terjadi seandainya feminisme nggak pernah muncul? Apa yang terjadi di Indonesia, seandainya ibu kita Kartini itu nggak pernah surat-suratan dengan Nyonya Abendanon? Dan kalaupun mereka sering berkorespondensi lewat surat (zaman dulu belom ada Yahoo!Messenger atau MiRC), sebenernya yang mereka bicarakan adalah resep-resep masakan. Iyah, tuker-tukeran resep masakan: Ibu Kartini jadi tahu cara membuat kueh spekoek, sementara Nyonya Abendanon jadi lancar bikin tempe bacem.. lalu kumpulan resep-resep masakan itu dirangkum dalam buku berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang".. Bagaimana seandainya begitu?

Di sini, saya lebih suka untuk nggak memusingkan itu semua. Tapi saya suka terpesona dengan berbagai fenomena tentang dualisme cowok-cewek yang gw inget. Misalnya, menurut kepercayaan suku bangsa Toltec (nenek moyang suku Inca dan Aztec), dunia ini adalah taman luas yang diciptakan khusus untuk wanita. Kita para pria hanyalah tukang kebun, para pemelihara bunga-bunga yang tumbuh di dalamnya. Mau protes? Jangan ke saya deh. These days, with so much burden in my private life, I would rather disagree with this opinion...