Friday, February 25, 2011

Speechless..

Sore yang indah sehabis hujan deras. Gerimis tipis. Di mana-mana basah: di pepohonan itu, juga di rambut saya. Dan mendung masih menggantung. Sepertinya, mereka yang di atas sana sudah letih setelah hampir seharian menumpahkan air bumi. Genangan di sana-sini, termasuk di depan kantor yang sejam tadi sempat setinggi paha bocah pramuka. Ah, Bang Foke, terima kasih masih menyisihkan setting tempat yang menggemberikan ini!

Saya berjalan menyusuri jalanan kampung itu. Menikmati kantuk yang mulai terasa setelah semalaman tak memejamkan mata. Seperti biasa, saya bertegur sapa dengan beberapa penduduk kampung yang saya kenal. Di antara mereka saya lihat sosok yang sudah lama tak saya lihat keberadaannya di situ. Dia Pak Darminto, Ketua RT.

Beliau sosok yang disegani di lingkungan RT ini (namanya juga ketua RT --Red.) Perawakannya kekar, berkulit kelam, kepala botak dengan jenggot dan jambang menjuntai. Wajahnya mengingatkan kita pada Jenderal Manila yang pengurus PSSI. Tongkrongan yang sungguh meyakinkan itu pernah membawanya jadi salah satu karakter dalam iklan televisi yang menawarkan produk terapi alternatif Jeng Anna (kebetulan lokasi klinik itu memang ada di sekitar sini).

Nah, sore itu, dia terlihat duduk di antara beberapa orang di depan sebuah warung rokok. Ada sesuatu yang tak terjelaskan. Dalam pandangan saya, wajah dan tubuhnya tampak lebih putih-pucat daripada orang-orang di sekitarnya, sehingga kehadirannya terlihat menonjol. Saya sedikit takjub, memperlambat langkah... lalu: "Mari Pak...." Dia tersenyum dan melambaikan tangan.

Besoknya, saya mendengar bahwa beberapa jam dari kejadian itu Pak RT meninggal dunia akibat stroke yang dia alami ketika mengendarai motor, sehabis mengantar istrinya. Inalillahi wa-inalillahi raji'un....