Tuesday, June 30, 2009

sekali berarti, sesudah mati :(

Michael Jackson wafat meninggalkan warisan karya seni di bidang musik yang, kata seorang teman, luar biasa besar. Konon pula, meskipun meninggalkan utang berjibun, simpanan kekayaan harta plus "penghasilan" yang dia raih sepeninggalnya jauh melampaui jumlah utang itu.

Tiba-tiba saya jadi berpikir, seandainya dia nggak meninggal, apakah orang ramai-ramai membeli rekaman yang selama berpuluh tahun tenggelam oleh ingar bingar berbagai aliran musik baru. Apakah berbagai stasiun televisi mau memutar ulang lagu-lagu semacam Beat It, Heal The World, atau Ben (ini lagu kesukaan saya!).

Lebih spesifik lagi, seandainya dia sekarang masih hidup dalam keadaan sehat walafiat, apakah media massa masih merasa perlu menurunkan berita tentang dia sebagai headline?

Kemudian (masih tiba-tiba juga) pikiran saya melayang pada kejadian beberapa tahun silam di stasiun kereta api komuter Jayakarta.

Siang hari pukul 02.00, begitu turun dari KRL di stasiun yang terletak Jakarta sebelah utara itu, saya mendapati segerombolan orang berkerumun di salah satu sudut ruangan besar yang biasanya senyap. Puluhan pasang mata tertuju ke objek yang berada di tengah-tengah. Mereka saling berbisik, dengan mimik muram. Beberapa sambil menunjuk-nunjuk. Ada yang geleng-geleng kepala. Pemandangan rada mencekam di siang yang benderang pada musim kemarau itu.

Penasaran membuat saya cepat-cepat mendekat. Dan rupanya, sesosok mayat bocah berusia bangsa 10 tahun.

Di atas tikar lusuh itu, tubuhnya terbujur kaku dalam posisi telentang. Kedua tangan ke atas, seakan sedang berpegangan pada sesuatu.

"Anak jalanan, kesetrum waktu naik di atap kereta," kata seorang lelaki berpakaian petugas KAI, waktu saya tanya apa yang terjadi pada bocah berpakaian compang-camping tersebut.

Di sebelah bodi yang gosong itu tergeletak sebuah kardus. Beberapa orang melemparkan lembaran uang ke dalamnya. Dan tatkala saya longok, astaga, jumlahnya lumayan banyak! Lembaran uang seribu, lima ribu, bahkan sepuluh ribuan bertumpuk sampai seperempat bagian kardus bekas kemasan mi instan itu. Mungkin jumlah keseluruhannya sampai saat itu cuma seratus-dua ratus ribu. Yang jelas, cukup banyak!

Saya pun meninggalkan kerumunan itu sambil berpikir: uang yang dikumpulkan cukup buat petugas kereta untuk mengurus pemakamannya, atau paling tidak buat membawa jasad itu ke RSCM untuk keperluan visum dan sebagainya. Atau mungkin... Ah, mendingan berpikir positif, sambil mendoakan keberuntungan bocah itu di alam sana.

Yang terbesit di benak saya waktu itu, bagaimana seandainya arwah bocah tersebut masih berkeliaran di sekitar bekas tubuhnya. Melayang-layang sambil melihat kerumunan orang di bawah sana. Melihat tumpukan uang di kardus itu, lalu berteriak dalam bahasa arwah: "Yess, akhirnya, ini rekor pendapatan terbesar!"

Kejadian itu masih menghantui saya sampai sekarang. Dan bayangan tubuh gosong bocah itu, berikut kardusnya, kembali muncul setelah membaca berita tentang kematian sang raja musik pop (may he rest in peace) beberapa hari lalu. Kenapa yah??